Sabtu, 24 Januari 2015

Mencermati Potret Budaya Politik Masyarakat Indonesia A.     Hakikat Budaya Politik
1.      Pengertian Budaya Politik
Istilah budaya politikmerupakan alih bahasa dari istilah the political culture. Sebagai suatu konsep, istilah ini diperkenalkan oleh Gabriel A.Almond dalam tulisannya yang berjudul comparative political system padatahun 1956. Pada  umumnya budaya politik diartikan sebagai pandangan politik yang mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang. Dengan kata lain budaya politik merupakan factor yang mempengaruhi pola pengambilan keputusan-keputusan politik baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah agama, suku bangsa, sejarah, dan status sosial.Makna lain dari budaya politik dikemukakan oleh Almond dan Powell dalam bukunya yang berjudul comparative politics: A Development Approach (1996:50) menyatakan bahwa budaya politik merupakan suatu konsep yang terdiri dari sikap, nilai-nilai dan keterampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat termasuk pola-pola kecenderungan khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok-kelompok masyarakat. Sedangkan Jack C. Plano dalam kamus analisa politik (1994: 166), menyimpulkan bahwa budaya politik merupakan kumpulan pengetahuan yang membentuk pola tingkah laku terhadap pemerintah dan system politik dari suatu masyarakat. Ia acap kali diartikan sebagai tingkah laku politik dalam dimensi psikologi misalnya pada keyakinan, perasaan, yang memperlancar proses sosialisasi setiap individu.Dari berbagai pengertian diatas, dapat diidentifikasi unsur-unsur yang membangun pengertian budaya politik, yaitu :1)      Orientasi masyarakat terhadap system politik dan pemerintahan, yang mencakup :a)      Orientasi yang bersifat kognitif. Orientasi ini menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadap system politik dan atributnya, seperti ibukota Negara, lambang Negara, batas-batas Negara, mata uang yang dipakai dan sebagainya.b)      Orientasi yang bersifat afektif, orientasi ini menyangkut ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap system politiknya.c)       Orientasi yang bersifat evaluatif. Orientasi ini menyangkut kapasitas individu dalam rangka memberikan penilaian terhadap system politik yang sedang berjalan dan bagaimana  peranan individu didalamnya.2)      Menekankan pada dimensi psikologis dan bersifat subjektif3)      Akan membentuk sikap dan perilaku politik yang khas sesuai dengan budaya politik yang melekat    

2.      Klasifikasi Budaya Politik
Budaya politik yang berkembang didalam masyarakat tentu saja sangat beragam. Hal ini dikarenakan orientasi dan peranan yang dimiliki oleh setiap masyarakat pun beragam. Budaya politik masyarakat merupakan gambaran orientasi dan perana masyarakat dalam setiap aspek kehidupan politik. Berkaitan dengan tersebut, Morton Davies sebagaimana dikutip oleh Rusadi Kantraprawira dalam bukunya yang, berjudul System Politik Indonesia (2004:30), membagi budaya politik kedalam tiga tipe, yaitu budaya politik parokial, subjek (kaula) dan partisipan. Berikut ini penjelasan ketiga tipe budaya politik tersebut.
a.       Budaya Politik Parokial (parochial political culture)
Budaya politik parokial sering diartikan sebagai  budaya yang sempit. Diakatakan sempit karena orientasi individu atau masyarakat masih sangat terbatas pada ruang lingkup yang sempit. Orientasi dan peranan yang dimainkan masih terbatas pada lingkungan atau wilayah tempat ia tinggal. Dengan kata lain  persoalan-persoalan diluar wilayahnya tidak diperdulikannya.Menurut Rusadi Kantaprawira, budaya politik parokial biasanya terdapat dalam system  politik tradisional dan sederhana, dengan ciri khas yaitu belum adanya spesialisasi tugas atau pera, sehingga para pelaku politik belum memiliki peranan yang khusus. Dengan kata lain, satu peranan dilakukan bersamaan dengan peranan yang lain. Misalnya, aktifitas, dan peranan pelaku politik dilakukan bersamaan denagn peranannya dalam bidang kehidupan lainnya seperti bidang kehidupan lainnya seperti  bidang ekonomi dan agama.Didalam budaya politik parokial, masyarakat tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik secara sepenuhnya. Adapun yang menonjol dalam budaya politik parokial adalah adanya kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kekuasaan politik didalam masyarakat yang dipegang oleh kepala adat atau kepala suku. Selain sebagai pemimpin politik, kepala adat atau kepala suku berperan juga sebagai pemimpin agama dan pemimpin sosial.  
b.      Budaya Politik Subjek (subject political culture)
Masyarakat atau individu yang bertipe budaya politik subjek telah memiliki perhatian dan minat terhadap system politik. Hal  ini diwujudkan dengan berbagai peran politik yang sesuai dengan kedudukannya. Akan tetapi peran politik yang dilakukannya masih terbatas pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah  yang mengatur masyarakat. Individu  atau  masyarakat hanya menerima aturan tersebutsecara pasrah. Tidak ada keinginan atau hasrat untuk menilai, menelaah atau bahkan mengkritisi setiap kebijakanyang dikeluarkan pemerintah.Dalam budaya politik subjek, individu ataua masyarakat berkedudukan sebagai kaula atau dalam istilah jawa disebut kaula gusti, artinya sebagai abdi atau pengikut setia pemerintah/raja yang posisinya cenderung pasif. Mereka menganggap bahwa dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau merubah system politik. Oleh karena itu mereka menyerah dan turut saja kepada semua kebijaksanaan dan keputusan para pemegang kekuasaan dalam masyarakatnya. 
 c.       Budaya Politik Partisipan (participant political culture)
Dalam budaya politik partisipan individu atau masyarakat Telah memiliki perhatian, kesadaran, minat serta peran politik yang sangat luas. Ia mampu memainkan peran politik baik dalam proses input (yang berupa pemberian tuntutan dan dukungan terhadap system politik) maupun dalam proses output (pelaksana, penilai dan pengkritisi setiap kebijaksanaan dan keputusan politik pemerintah.Kondisi yang diciptakan oleh budaya politik partisipan adalah kondisi masyarakat yang ideal dengan tingkat partisipasi politik yang sangat tinggi. Akan tetapi, hal tersebut dapat terjadi apabila diupayakan secara optimal oleh segenap lapisan masyarakat dan pemerintah melalui berbagai kegiatan yang positif. Pada kenyataannya ketiga budaya politik sebagaimana diuraikan diatas tidak dapat berdiri sendiri. Tipe budaya politik yang satu tidak dapat menggantikan tipe budaya politik lainnya. Almond dan Verba dalam bukunya yang berjudul Budaya Politik, Tingkah Laku Politik di Lima Negara (1990:26-31)menyimpulkan bahwa budaya politik warga Negara adalah budaya politik campuran yang didalamnya banyak individu yang aktif dalam politik, tetapi banyak pula yang mengambil peranan sebagai subjek yang pasif. Budaya politik campuran ini menurut Almond dan Verba, terdiri dari tiga bentuk yaitu :                          
      
i.            Budaya Politik Subjek-Parokial
Dalam budaya politik ini sebagian besar penduduk menolak tuntutan-tuntutan masyarakat kesukuan atau feudal, dan telah mengembangkan kesetiaan terhadap system politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintah pusat yang bersifat khusus.                            

  ii.            Budaya Politik Subjek-Partisipan
Dalam budaya politik ini, sebagian besar penduduk telah memperoleh orientasi-orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian orientasi pribadi sebagai seorang aktifis. Sementara sebagian penduduk lainnya terus berorientasi kearah struktur pemerintah yang otoriter dan secara relative memiliki serangkaian orientasi pribadi yang pasif                              

iii.            Budaya Politik Parokial-Partisipan
Budaya politik ini berlaku di Negara-negara berkembang yang pada umumnya masyarakat lebih berbudaya politik parokial, akan tetapi norma-norma dalam struktur pemerintahan yang diperkenalkan kepada masyarakat biasanya bersifat partisipan.  

B.     Karakteristik Budaya Politik Masyarakat Indonesia
Menurut Rusadi Kertaprawira dalam bukunya yang berjudul Sistem Politik Indonesia (2004:35-38), budaya politik Indonesia sampai saat ini belum mengalami perubahan. Hal ini dapat dimengerti, karena menurut hukum-hukum perkembangan masyarakat, perubahan yang menyangkut kebudayaan cenderung berjalan lambat. Sedangkan disisi lain, system politik Indonesia sudah beberapa kali berubah, yaitu dari system politik demokrasi liberal ke system politik demokrasi terpimpin dan terakhir beralih ke system politik demokrasi pancasila. Budaya politik yang berlaku dalam ketiga system politik ini cenderung tetap. Berikut ini dipaparkan kesimpulan sementara tentang budaya politik Indonesia :·         Budaya politik Indonesia disatu pihak masih bersifat parokial kaula, dan budaya politik partisipan di lain pihak. Di satu sisi rakyat Indonesia masih ketinggalan dalam menggunakan hak dan menjalankan tanggung jawab politiknya, hal ini mungkin disebabkan oleh ketertutupan dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme,da primordialisme. Sedangkan disisi lain, para elit politik menunjukan partisipasi aktifnya dalam setiap kegiatan politik. Dengan demikian jelas terlihat bahwa budaya politik Indonesia merupakan budaya politik campuran yang diwarnai oleeh besarnya pengaruh budaya politik parokial – kaula.·         Sifat ikatan primordial masih berakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui indikatornya berupa sikap mengutamakan kepentingan daerah, suku, dan agamanya.·         Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih memegang kuat paternalisme.salah satu indikatornya adalah munculnya sifat bapakisme atau sikap asal bapak senang dalam setiap hal. Budaya tersebut saat ini sudah mulai berkurang untuk birokrasi di tingkat pusat, akan tetapi ditingkatan yang lebih bawah budaya tersebut masih berkembang. Misalnya sebagian masyarakat cenderung memilih partai yang sesuai dengan pilihan atasannya dengan pertimbangan supaya mendapatkan perhatian lebih.Uraian diatas merupakan gambaran nyata budaya politik masyarakat Indonesia saat ini. Meskipun tingkat partisipasi politik masyarakat sudah mulai meningkat, tidak berarti budaya partisipan secara murni telah terwujud, melainkan budaya tersebut merupakan campuran antara budaya politik partisipan, dengan parokial serta subjek (kaula).

1 komentar: